Jumat, 22 Januari 2010

Laki-Laki Itu


Ia sudah tak muda, terlihat dari kulit yang membalut tulangnya mulai mengendur, keriput. Rambutnya pun tak lagi hitam...putih. Segala cekung waktu hingga tikungan terjal telah dilewatinya. Jangan bertanya tentang usia padanya karna dia tak pernah tau pasti berapa lama ia ada.

Matanya menyimpan sejarah, waktu yang telah mengarsipkan semua rapi. Senyumnya damai, tempatku bersembunyi dari badai. Sorot matanya tenang bersahaja buatku bertahan dari apapun yang terjadi.

Laki-laki itu diaryku, karnanya aku bermimpi,bangkit berkali-kali setelah jatuh berkali-kali,tempatku mencurahkan segala rasa , mengadu penat, tempatku berlari, tempatku pulang.

Laki-laki itu mengajarkan aku setia, setia pada hidup dan kehidupan.

Ia mengenalkanku pada pagi buta, pada ayat-ayat cinta, pada tasbih, pada ruang-ruang sejuk berkubah, pada kitab-kitab taujih, pada syair penggugah kalbu, pada kain-kain panjang, pada waktu yang berpakaian masa, pada musim, pada rasa malu.

Laki-laki itu meletakkan dunia ditanganku, dia tak pernah meragukanku. Sedang Aku takut menghianatinya. Dia pernah memberikan sayap, mengajarkanku terbang dan melepaskanku dari sangkar, “terbanglah” katanya ketika itu. Dan aku pun meninggalkannya.

Sayapku berkepak melihat dunia luar sangkarku. Aku terbang, melintasi lautan, singgah di pokok-pokok dahan, bertengger di castile tua, menjelajah ke puncak, basuh peluh pada air yang jatuh lepas ke bumi, pada pulau-pulau kecil, pada apa yang aku ingin tau. Mengenal badai, bermain debur ombak, mengayuh sampan, dirayu bayu bersama ilalang, menyapa wajah-wajah asing, Kemanapun, dimanapun dan Aku selalu merindukannya.

Pagi itu seraya menyeruput secangkir teh di lepas pantai, dia mengisahkan sebagian kisah lalunya. Sesekali mata teduh itu redup, merah berkaca menahan luapan sejarah yang sengaja ia bongkar seperti sedang melihat segala yang telah berlalu, hanyut di bawah alis kelabu yang meregang ketika sesekali ia biarkan tawanya lepas pada kekonyolan masa lalu, mata lelah itu menembus selaput jala dimatanya. Kabut belum luruh tapi air matanya telah jatuh. Aku pun terseguk sesak tapi sembunyi. Ia ingin aku tau dan aku pun gagu.

Ia yang belum lena ketika senja, mengaduk-aduk batinku. Ku acuhkan ombak karna dadaku lebih gemuruh. Kisah itu, yang ia bongkar padaku pagi ini tak akan kubiarkan meluap bersama angin. Angin itu tak pernah setia, ia hanya akan menjadikannya serpihan usang tak ada setelah puas menghempaskannya kemana-mana hingga tenggelam menyatu dengan tanah. Kisah itu ku abadikan.

Laki-laki itu masih tegap mengayuh sepedanya didepanku. Ahhh, benci rasanya berjarak dengannya…kunikmati aroma renta tubuhnya yang masih segar dari belakang, aku ingin selalu ada disini AYAH, berada tepat dibelakangmu hingga aku tau kemana akan menepi. Ingin kulakukan apapun enyahkan kabut yang menjadi jarak langkahmu dan langkahku. Hingga nanti saat kau berikan sepedamu pada ia yang kau percaya membawaku. Aku hanya ingin ia sepertimu. Seperti laki-laki tuaku.


Didedikasikan Untuk Ayahanda tercinta,
juga mengenang alm. Etta Sanusi dan Ayah Djurumiah,saat cengkrama singkat di serambi rumah.




0 komentar:

 
Catatan Andromeda © 2007 *Feito por Putri Langit*